BERKALANA
Sudah sekian lama aku mengeluh, kini aku
bangkit memperbaiki kehidupan penuh sesal ini. Hati yang kelam penuh kesalahan
disetiap harinya, tenggelam akan indahnya dunia.
Terduduk ku melamun penuh Tanya dalam
hati, kenapa aku berubah begini ?
Entah apa yang telah menjeratku hingga
sejauh ini, ingin aku memperbaiki semuanya. Namun badanku begitu malasnya
bergerak.
Aku berusaha sebaik mungkin untuk mengembalikan
diriku yang dulu.
Sudah beberapa bulan aku sendiri di
perantauan, tanpa mendengar suara ayah dan ibuku secara langsung. Aku rindu
akan hal itu.
Terisak tangis di dasar jiwa yang
meronta akan derita ini.
Pagiku selalu ditemani segelas air putih
yang berharap dapat membuat perut kenyang. Beginikah rasanya tanpa orang tua?
Tanpa keluarga? Tanpa sahabat?.
Gaduhnya suara di perkotaan membuat ku
tak pernah tenang sekalipun, tak lagi ada kurasakan udara yang dingin
menghembus ragaku.
Dari kejauhan ku merindukan sosok
malaikat di hidupku yang hari-harinya selalu menuntunku melaksanakan kewajiban
sebagai seorang muslim, selalu mengingatkan ku makan. Kini terasa sepi dan
pedih tanpa beliau disisiku.
Malam ku pun tak pernah tenang, selalu
dihantui rasa lapar.
Ayah ? Ibu ? Sanggupkah aku menjalani
hal ini?.
Untuk sementara Ku sampingkan pemikiran
mengeluhku, hingga Aku sadar mengeluh tak ada gunanya. Tersentak Ku mengingat
kalimat “ Hasil Tidak Akan Mengkhianati Usaha ”, Satu hal yang perlu di camkan
“Berusaha Bertahan Hidup Disaat Sendiri”.
Masalah bertubi-tubi menghampiriku
seakan-akan berbisik “MENYERAHLAH” namun hal itu tak mempengaruhiku dengan
mudah. Perjalanan masih panjang pikirku, tanpa bekal yang cukup akan terpapar
di sahara yang luas, kehampaan dan keputusasaan akan setia memikat hati yang
rapuh. Dunia begitu indah namun dunia juga sangat kejam menusuk jiwa yang lemah
tanpa kekuasaan dan iman.
Kekuatan fisik sangat tak berarti tanpa
kekuatan jiwa, begitulah yang sedang kualami, pemikiran yang hanya mementingkan
fisik namun melupakan jiwa adalah alasan tak berguna untuk hidup. Perantauan
telah menerangkan pikiranku, disitulah fase kritisnya pemikiranku.
Hingga hal yang sangat disayangkan
menimpaku, mental ku pun jatuh tak kuasa merasa kegagalan. Inikah akhirnya ?
pikirku dalam hati, tatapan kosongpun muncul dan diikuti dengan
pemikiran-pemikiran hampa. Hampir saja ku terperangkap dalam ranjau
keputusasaan tapi semangatku pun semakin membara. Ini baru Awal ! itulah yang
kupikirkan.
Pengalaman mengajarkan ku rasa kegagalan
sehingga kemudian hari kegagalan tak akan kubiarkan lagi menghampiriku. Ku goreskan pena kehidupanku untuk melukis
kisah baruku, kusingkirkan malasku dan ku kobarkan semangatku menempuh
perjalanan ini.
Lalui hidup ini dengan usaha dan
tawakkal, karena perjalanan kedepannya masih rabun dari penglihatan kita. Hanya
kesungguhan yang dapat memperjelas pandangan rabun itu.
# Pesan Moral
Seorang pengelana singgah sejenak
dibawah pohon rindang nan sejuk tengah mempersiapkan diri untuk perjalanan yang
tiada lagi persinggahannya. Seperti halnya kita hidup ini hanya mempersiapkan
bekal untuk kehidupan yang abadi. The End
@Creat by Ihsan Suradi
0 Response to "CERPEN : " BERKELANA " Created by @Ihsan_Suradi"
Posting Komentar